Sabtu, 18 Juli 2009

Gaharu ( Agarwood )

Gaharu adalah tanaman langka yang dilindungi
Sehingga Indonesia sudah kena peringatan CITES, apendix II.
Bagaimana upaya kita untuk menyelamatkan gaharu dari bumi Indonesia ini?
Yang dulu tumbuh subur, namun sekarang sudah sangat susah untuk menjumpai nya.
Dari jaman dahulu juga Indonesia sudah mengenal system export import, hanya saja cara nya yang masih sangat sederhana. Mungkin nenek moyang kita dengan system barter. Misal, dengan bangsa Tar tar, gaharu barter dengan tembikar atau guci. Dengan bangsa Timur tengah, barter dengan Minyak wangi atau sejenis nya.

Padahal, gaharu ini juga adalah sumber bibit minyak wangi. Melihat potensi yang ada, mengapa bangsa ini tidak melirik peluang yang ada. Dengan ber niaga gaharu, dampak positip nya akan memakmurkan masyarakat. Juga mewarisi perniagaan nenek moyang, yang jaman itu adalah jaman kegemilangan Indonesia kuno. Mengapa tidak meneruskan profesi nenek moyang yang gemah ripah loh jinawi, boleh disebut: Baldatun Toyyibatun Warobbun Ghofur.

Mari meminjam catatan sejarah sejenak.
Pada tahun 695 Masehi, musafir China bernama I tsing mencatat perjalanan nya. Di negeri Sri wijaya telah ada masyarakat berniaga kayu gaharu ini untuk di jual kepada bangsa Mongolia dengan angkutan kapal perang melayu.
Juga dengan para saudagar dari Gujarat dan Parsi dari Timur tengah.
I tsing ada di kota Palembang papa waktu itu ketika hendak belajar agama Budhis, karena Palembang pada waktu itu pusat pendidikan agama Budhis.

Di Asahan sendiri, nenek moyang orang Asahan juga sudah meniagakan gaharu ini sejak tahun 1451 Masehi. Orang Batak dari Porsea, dari rumpun marga Marpaung dan Hutagalung membawa dari Porsea turun gunung melalui sungai Asahan menuju dermaga Tanjung Balai. Sampai disana dijual ke para pedagang Gujarat dan Parsi juga orang orang Mongol yang ada di selat Malaka, ketika berlayar dari negeri nya. Tersebutlah Datuk Sailan, seorang saudagar gaharu, yang berasal dari rumpun marga Marpaung tadi, menjadi saudagar di Tanjung balai ketika itu.

Berarti para nenek moyang sudah sangat mengenal kayu gaharu ini dengan sebutan aneka bahasa. Orang batak bilang: Hau Alim. Minang: Kayu Kareh, Melayu: Depu atau Karas. Nah, dari aneka bahasa di nusantara ini, membuktikan gaharu sudah dikenal masyarakat nusantara. Mengapa kita para cucu moyang orang nusantara sama sekali 99% tidak mengenal lagi apa itu gaharu. Padahal ini sangat punya nilai historis, ekonomis, upacara adat / agama, dan budaya.

Ayo, dari cerita diatas, kita bersama sama untuk membangun nusantara / Indonesia ini dengan menghijaukan gaharu di bumi pertiwi ini.
Bersama menciptakan lingkungan yang asri, juga masyarakat yang sejahtera.

Amin.




Agarwood is a rare protected plants.
So that Indonesia is a warning CITES, Apendix II.
How do our efforts to save the earth agarwood from Indonesia?
That used to grow lush, but it is now very difficult to see it.

From time immemorial Indonesia has also to import export system, just the way it is very simple. Perhaps our forefathers with the barter system. For example, nations with tar tar, agarwood or barter with pottery jar. With the nation's middle East, barter with fragrant oil or similar
knowledge.

In fact, agarwood this is also the source of seed oil perfumes. See the potential that exists, why this nation does not have a chance glance. With agarwood trade, its positive impact will be a prosperous society. Also inherit some fathers, the time was its heyday ancient Indonesia. Why not forward the profession of the ancestors gemah ripah loh jinawi, may be called: Baldatun Toyyibatun Warobbun Ghofur.

Let history record borrowing moment.
In the year 695 BC, Chinese traveler named I tsing record his journey. Sriwijaya in the country has no trade community agarwood to sell to the nation in Mongolia with the transport ships of war wilt.
Also, with the trader from Gujarat and Parsi's middle East.
I Tsing have in the city of Palembang that time when papa wanted to study religion Budhis, Palembang because at that time Budhis religious education center.

Asahan in itself, the ancestor of the Asahan also sell agarwood this since 1451 years BC. Batak people of Porsea, from the family and clan Marpaung & Hutagalung from Porsea brought down from the mountain through the river towards the dock Asahan river to Tanjung Balai port. There until sold to the Gujarati and Parsi traders also the Mongol people in the Malacca strait, when it sailed out of the country. Have Datuk Sailan, a trader agarwood, which comes from the family clan Marpaung earlier, a trader in the hall when the Tanjung balai.

Means that the fathers are very familiar with this agarwoodwood with a variety of languages. People batak says: Hau Alim. Minang: Kayu Kareh, Malay: Depu or Karas. Well, from a variety of languages in this nusantara, the people are well known agarwood nusantara. Why we are the fathers and grandchildren the archipelago is 99% do not know anymore what is agarwood. While this value is a historical, economic, ceremonys, and cultural.

Lets go, from the story above, we together to build the same nusantara / Indonesia agarwood plant with this in bumi pertiwi this.
Together create a beautiful environment, but also a prosperous society.

Amen.